LIFE IS BEAUTIFUL

Sebuah Mimpi yang Terwujud:

Hari itu, di tahun 2009, saya menghadiri rapat tim penjualan di sebuah perusahaan tempat saya bekerja. Di sana, seorang trainer mengemukakan pertanyaan, “Pernahkah punya mimpi yang akhirnya terwujud?”. Saya serta merta menjawab dengan sangat tegas, “Ya!”. Saya dapat menjawab setegas itu karena saya benar-benar telah mengalami keajaiban yang dimulai dari sebuah mimpi.

Saya teringat pada organisasi Indonesia Multiple Sclerosis Group (IMSG) yang saya dirikan (Update: sejak tahun 2015, IMSG berubah nama menjadi Yayasan Multipel Sklerosis Indonesia – YMSI. Yayasan resmi disahkan oleh Kementrian Hulum dan Hak Asasi Manusia, Reg No. AHU 0023875 AH.01.04.Tahun 2015). Terutama, saya teringat suasana rapat perdana Indonesia Multiple Sclerosis Group (IMSG) di Cafe Ngopi Doeloe di jalan Hasanudin Bandung di awal April 2008 yang pada awalnya berjalan dengan sangat resmi dan sedikit kaku, namun kekakuan itu sedikit demi sedikit mencair dengan kembalinya ‘kesadaran diri’ kami bahwa kami bukan kumpulan orang yang suka membicarakan sesuatu yang sangat serius dengan kening berkerut. Masalah atau topik boleh berat, tapi tetap saja topik tersebut bisa dibicarakan dengan santai, bukan? Maka, dengan diselingi canda di sana sini, rapat perdana IMSG itu pun bergulir hingga sore hari dengan menghasilkan beberapa keputusan penting untuk memperkuat fondasi dan mengembangkan IMSG sebagai cabang/associate member Multiple Sclerosis International Federation (MSIF), sekaligus menjadi lembaga aktif bergerak dalam bidang penyebaran informasi tentang MS ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia, penyediaan wadah diskusi/tukar pikiran di antara penderita MS (support group), memberikan bantuan finansial dan dukungan mental kepada penderita MS di seluruh Indonesia, memberikan bantuan dana penelitian kepada peneliti-peneliti dan atau dokter-dokter di Indonesia yang tertarik untuk meneliti perkembangan penyakit MS dan pengobatannya, dan sebagainya.

Lalu ingatan saya saat itu juga berkelana ke masa 8 tahun sampai 4 tahun sebelumnya; yaitu masa ketika saya pertama kali terdiagnosis MS di Jepang, sampai masa ketika saya harus mengalami koma selama lima hari dan ‘berjuang’ di atas kursi roda untuk ketiga kalinya selama beberapa bulan.

Saat itu, keceriaan dan kegembiraan dalam kehidupan saya sempat menghilang dari kamus hidup saya. Dari hari ke hari yang harus saya hadapi hanyalah ‘kerja keras’ dan berusaha berkuat diri menahan sakit hati dan menghadapi ‘tudingan’ teman-teman dan orang dekat akibat kesalahpahaman mereka tentang penyakit MS.

Penjelasan saya tentang MS (terutama tentang MS sama sekali tidak menular) kepada mereka pun dianggap angin lalu. Karakter penyakit MS yang sangat tidak terduga seperti yang saya miliki (relapse-remit) pada akhirnya selalu menjadi senjata yang semakin melukai batin saya dengan sangat parah. Orang terdekat yang seharusnya menjadi pelindung dan pendamping dalam susah dan senang pun saat itu justru menjadi orang terkejam ‘menghakimi’ saya.

Ketika saya sampai pada titik lelah menerangkan keadaan yang sebenarnya kepada orang-orang, akhirnya saya memilih untuk diam. Tetapi sikap diam tersebut pun malah diartikan semakin buruk. Saya semakin ditekan secara psikis.

Berada dalam tekanan psikologis hebat seperti itu, syukurlah saya masih punya pikiran waras dan otak yang jernih untuk tidak mengakhiri hidup dengan menorehkan pisau ke urat nadi atau meminum racun serangga, namun tidak urung, berpikir tentang “Semoga besok adalah hari dimana Tuhan menjemput saya” adalah pemikiran terindah yang saat itu saya miliki. Sehingga ketika saya bangun dari koma setelah serangan hebat pada tahun 2004, yang terlintas dalam pikiran saya pertama kali bukanlah rasa bersyukur karena bisa hidup kembali, melainkan pertanyaan “Tuhan, mengapa saya tidak dibiarkan pergi menghadapMu?”

Perlu waktu yang cukup lama sampai akhirnya Tuhan memberi saya kesadaran yang membuat saya terselimuti rasa ridha dengan apapun yang ditimpakan Tuhan kepada saya. Kesadaran itu pun membuat saya merasa berada di titik kepasrahan tertinggi kepada Tuhan. Setiap helaan nafas saya adalah rasa syukur. Setiap huruf yang terucap dari mulut ketika shalat dan berdoa pun saya rasakan menjadi milyaran energi yang mampu membuat seseorang yang lumpuh total berlari. Pendeknya, energi itu telah memberi saya kekuatan untuk berusaha mengubah keadaan menjadi lebih baik dengan melakukan tiga tindakan awal yang besar. Tindakan pertama yang saya lakukan adalah berhenti dari pekerjaan sebagai pengajar. Tindakan kedua adalah perceraian. Singkat kata, sebagai strategi awal, saya ‘menyingkir’ dari lingkungan yang saat itu sangat ‘tidak menyenangkan’. Tapi ‘menyingkir’ dari bagian kehidupan tersebut bukan berarti saya lemah atau berputus asa. Justru sebaliknya, saya ‘menyingkir’ karena saya percaya bahwa orang yang bijaksana, berani dan akan benar-benar berhasil dalam hidup bukanlah orang yang selalu melawan setiap halangan secara frontal tanpa perhitungan dengan risiko kegagalan yang sangat besar, melainkan orang yang tahu kapan harus maju untuk melawan dan kapan harus mundur sementara untuk mengatur strategi yang tepat dalam menghadapi‘perjuangan hidup’ berikutnya. Tindakan ketiga (ini yang paling sulit) adalah berusaha keras menghilangkan rasa benci dan memaafkan semua orang yang pernah menyakiti dan menikam saya, bukan untuk keuntungan mereka, melainkan untuk kebahagiaan hati saya sendiri.

Saya tidak akan memungkiri, bahwa kepedihan yang sangat besar akibat semua hal di masa lalu saya memang tidak bisa hilang begitu saja dalam sekejap. Bagaimanapun, menata hati yang sudah demikian compang-camping itu bukan perkara gampang. Kalaupun bisa diperbaiki, mungkin tidak akan menjadi utuh seperti semula. Namun saya mengerti bahwa saya harus memandang kepedihan dan kehancuran itu sebagai terkoyaknya kulit ari yang membungkus kesadaran pengertian. Seperti sebuah biji yang ditanam, ada saatnya biji itu harus pecah agar intinya terbuka, merekah, tumbuh, untuk menjawab semua yang tadinya masih menjadi misteri…

Saya pun menjadi sangat mengerti tentang makna suka dan duka dalam kehidupan manusia. Suka dan duka itu seperti malam dan siang, akan datang terus berganti-ganti sampai kita mati, tanpa dapat kita halangi. Kata Kahlil Gibran, suka dan duka sebenarnya mengalir dari sumber yang sama. Sukacita adalah Dukacita yang terbuka kedoknya, dan Dukacita adalah Sukacita yang terbuka kedoknya. Semakin dalam sang duka menggoreskan luka ke dalam hati maka akan semakin dekat kita pada kalbu yang bahagia; demikian pula sebaliknya, semakin dalam sang suka merajai hati kita maka akan semakin dekat kita pada kalbu yang bersedih. Saya sangat setuju dengan kata-kata Gibran; ketika suka atau duka menghampiri kita, yang dapat kita lakukan hanyalah mencari jalan untuk mengetahui bagaimana caranya menengahi dua perasaan itu dan menempatkannya dalam timbangan yang adil dan menyikapinya dengan bijak, sehingga kita tidak akan pernah terlalu terlarut atau terperangkap pada salah satunya (dan saya percaya bahwa jawabannya akan selalu berada dalam Tuhan).

Dengan semua kesadaran itu, hidup pun terasa jauh lebih ringan. Masa depan yang tadinya terlihat begitu gelap pun mendadak seperti diterangi lampu ribuan watt. Saya melihat begitu banyak jalan kebaikan yang bisa saya tempuh; dan salah satunya adalah ide untuk mendirikan lembaga Indonesia Multiple Sclerosis di Indonesia dengan membawa misi seperti yang sudah saya sebutkan di awal tulisan ini. Ide ini sempat saya ungkapkan kepada teman-teman di sekitar saya saat itu. Dan reaksi yang saya dapat dari mereka adalah berpasang-pasang mata dengan sinar penuh rasa kasihan dan berbicara dengan jelas; “You must be kidding!” dan “Are you Nuts?!”. Dengan kata lain, mereka menganggap saya hanya sedang berkhayal kosong dan cenderung sakit jiwa. Tidak mungkin seorang Kanya yang jelas-jelas saat itu punya keterbatasan fisik akibat sakit MS (saat itu saya masih harus hidup di kursi roda) dapat melakukan hal spektakuler mendirikan lembaga dengan ruang lingkup nasional. Tapi saya tidak peduli dengan pandangan teman-teman tersebut. Sambil menjalani rehabilitasi agar dapat berjalan kembali dengan normal, saya terus berpikir dan mengatur strategi untuk mewujudkan impian saya tersebut.

Kemudian pada akhir tahun 2004, saya mulai mengontak lembaga Internasional MS yang berpusat di London melalui e-mail dan telepon. Perlu waktu sekitar tiga tahun kerja keras agar CEO Multiple Sclerosis International Federation (MSIF) itu benar-benar menanggapi email-email dan telepon-telepon saya.

Sekarang sudah kurang lebih lima tahun terlewati sejak saya pertama kali memiliki ide mendirikan IMSG. Dan saya masih setengah tidak percaya bahwa ide yang tadinya dicemooh dan diragukan banyak orang karena hanya dianggap sebuah mimpi muluk yang tidak akan tercapai ternyata sedikit demi sedikit telah menghadirkan wujudnya secara nyata. Semua usaha yang saya lakukan selangkah demi selangkah ternyata sama sekali tidak sia-sia, bahkan boleh dikatakan apa yang sudah saya capai sekarang sudah jauh melebihi mimpi dan keinginan saya. Dimulai dari kepercayaan MSIF London pada tahun 2007 untuk menjadikan saya sebagai online Indonesian translator-nya, lalu dilanjutkan dengan kepercayaan MSIF untuk tidak segan memberikan ilmu dan dukungan secara mental agar pendirian lembaga ini bisa sukses, saya pun dilibatkan MSIF dalam penandatanganan petisi dalam sebuah kampanye global tahun 2007~2008 yang diadakan oleh PBB untuk memperjuangkan hak-hak bagi person with disabilities. Dalam rangka kampanye tersebut, saya mendapat kesempatan berkomunikasi dengan Koffi Anan (Sekjen PBB), Benedetto Saraceno dan Tarun Dua (dari International WHO – Department of Mental Health and Substance Abuse, Switzerland).

Setelah semua dukungan dan kesempatan dari MSIF itu, saya akhirnya berhasil mengubah pemikiran orang-orang yang tadinya meragukan kemampuan saya untuk mendirikan IMSG. Beberapa diantara mereka akhirnya mau membantu pendirian organisasi ini dengan sukarela. Saya juga kemudian berhasil ‘merangkul’ Mas Pepeng (Ferrasta Soebardi), pembawa acara kuis jari-jari yang juga menderita MS, untuk bergabung dengan IMSG. Maka pada tanggal 6 April 2008, IMSG secara resmi berdiri.

Keberhasilan mimpi saya ternyata tidak berhenti sampai di situ saja, pada bulan Juli 2008, saya dilibatkan dalam proyek pembuatan buku World Atlas of MS (proyek kerjasama antara MSIF dengan International WHO) yang akhirnya diluncurkan pada tanggal 17 September 2008 di Montreal, Kanada; dan berkaitan dengan peluncuran buku tersebut pada tanggal 18 September 2008 saya diwawancara oleh Ms. Sunita Nahar dari BBC London dan diberi kesempatan untuk mempublikasikan pengalaman diri dan kiprah saya di MSIF dan IMSG dalam program radio The World Today – BBC London. Selain itu, saya juga diminta oleh MSIF untuk secara rutin mengirimkan tulisan atau review buku tentang MS untuk dimuat di majalah mereka, MS in Focus Biannual Magazine (tulisan perdana saya untuk MS in Focus adalah review buku MS for Dummies yang dimuat di edisi 12 yang terbit bulan Oktober 2008)

Lalu, tulisan saya “Hidup dengan Multiple Sclerosis” yang pernah dimuat di sebuah majalah kesehatan di Jakarta pada tahun 2006 telah diminta naskah aslinya oleh lembaga nasional MS di Jerman (Deutsche Multiple Sklerose Gesellschaft –DMSG), Italia, dan Perancis untuk diterjemahkan ke dalam bahasa mereka dan diterbitkan di negara-negara tersebut.

DMSG (diwakili oleh Doris Friedrich dan Gunter Lampert) sudah menerjemahkan dan meluncurkan tulisan tersebut dengan judul “Leben mit Multiple Sklerose” pada bulan Oktober 2008 di Berlin, sedangkan di Italia dan Perancis rencananya akan diluncurkan paling lambat pertengahan tahun 2009. Kemudian, saya dilibatkan pula oleh MSIF sebagai International Board and Committee untuk kampanye global World MS Day yang puncaknya akan diselenggarakan pada tanggal 27 Mei 2009 di Kensington, London. Selanjutnya, sejak awal Februari 2009, saya diminta oleh salah satu Lembaga MS Perancis untuk ‘membantu’ mereka menjadi online counselor untuk website mereka. Tugas saya adalah membantu menjawab pertanyaan seputar MS dan Living with MS yang diajukan oleh para user website tersebut (bahasa kerennya kerjaan ini Administratrice de la Rubrique Sclérose en Plaques! ). Terakhir, beberapa hari yang lalu MSIF London memberi kepastian pada saya bahwa saya terpilih sebagai Dewan Kehormatan Internasional MSIF (MSIF International Board), dan yang membuat saya semakin bersyukur adalah dalam Dewan tersebut saya menjadi anggota termuda, karena anggota-anggota yang lain (berasal dari berbagai negara) usianya berkisar antara 40 – 60 tahun. (Update: sampai tahun 2020, berbagai kerjasama dengan lembaga dunia telah dilakukan, dan kisah hidup dan berita kegiatan saya telah tersebar di berbagai media di 33 negara).

Setelah semua kesusahan dan kebahagiaan yang saya lalui dalam hidup saya, hati dan otak saya kini selalu penuh dengan perasaan dan pemikiran: “Hidup adalah kanvas yang bisa diwarnai dengan hitam, putih, biru, kuning, merah, dsb. Pewarnaan itu bisa kita goreskan sendiri ataupun digoreskan orang lain. Kita mungkin tidak suka pada satu atau dua warna yang tergores di kanvas itu, namun kumpulan warna-warna itu hanya akan membentuk lukisan dengan satu makna; yaitu keindahan. Dan lukisan yang terindah adalah lukisan yang digoreskan di atas kanvas keyakinan terhadap Tuhan”.

Dengan kata lain, kita mungkin punya banyak kekurangan yang ketat membatasi ruang gerak dalam hidup kita, tapi berputus asa bukanlah cara untuk memecahkan permasalahan tersebut. Apapun yang terjadi dalam hidup, – susah maupun senang- , seyogianya harus selalu disikapi dengan pemikiran positif dan keyakinan bahwa Tuhan akan selalu membantu hambaNya dalam kebaikan.

Kanya Puspokusumo,

Founder and President of Yayasan Multipel Sklerosis Indonesia
http://indonesiamultiplesclerosis.wordpress.com

18 Responses to “LIFE IS BEAUTIFUL”

  1. wiwit Says:

    subhannallah….saya bangga punya temen sepertimu kanya…..,,semoga engkau selalu diberi kemudahan oleh Allah SWT…amien…

    Like

  2. mayminar Says:

    subhanalloh membaca note mba rasanya menumbuhkan kembali semangat untuk berjuang…….

    Like

  3. Maya Danubrata Says:

    hanya orang yang mempunyai talenta yang spesial yang diberi “kurikulum” spesial olehNYA

    Mudah2an Allah SWT selalu bimbing Kanya 🙂

    Like

  4. alhamdulilah ketemu temen yang sangat luar biasa baik dan kuat serta tahan banting dalam menghadapi segala macam cobaan…smga sukses selalu.tq

    Like

  5. Dyah S. Says:

    hanya satu kata…menyesal…baru tahu blog nya hari ini, sangat inspiratif smoga bisa menguatkan diri saya jg teman2 yg mengikuti blog ini bahwa selama kita masih bernafas tdk boleh ada kata menyerah…good job Kanya….eeh seneng punya temen smp yg keren seperti ini (hihihi ga tau kamu inget apa ga sama saya)

    Like

  6. eka mahend Says:

    subhanallah mbak,,, salam kenal ya.. saya sampek mewek bacany.. semangat mbak bener2 harus saya contoh ni..

    Like

  7. Allah mempunyai skenario dalam hidup kita. Itu yang saya rasakan saat tanpa sengnaja membuka blog ini. Saat yang sama ketika saya harus iklas menerima dan berjuang atas vonis kanker. Rupanya allah telah menskenariokan saya membaca blog ini , agar saya bisa merasakan inspirasi dan semangat mba untuk saya lakukan dalam hidup saya

    Semoga terus menginspirasi mba… peluk jauhhh

    Like

    • Kanya Puspokusumo Says:

      Tetap semangat ya, mba. Apapun yang Allah beri adalah anugerah, walaupun mungkinkadang-kadang bentuknya tidak indah. Tetap bersyukur, dan tetap semangat.
      *big hug* 🙂

      Like

  8. Winarto Says:

    Hebat dan tangguh !! Tidak ada yg mustahil bila kita melakukan usaha dengan tulus dan pasrah kepada Yang Diatas.

    Like

  9. Yanthi Aditya Says:

    Tak kenal maka tak sayang.. meski baru baca tak ada kata terlambat kan buat tau lebih dalam tulisan2 indahmu Kanya my friend with the same high school

    Like

Leave a reply to Kanya Puspokusumo Cancel reply